
Yogyakarta, 13 Juni 2025 – Dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-30, Program Studi Magister Ekonomika Pembangunan (MEP) FEB UGM menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Mewujudkan Inovasi Berdampak untuk Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” pada Jumat pagi. Acara ini digelar secara hybrid, bertempat di Auditorium Mubyarto MEP FEB UGM dan juga disiarkan melalui Zoom.
Seminar dibuka secara resmi oleh Wakil Dekan FEB UGM Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, Kerja Sama, dan Alumni, Gumilang Aryo Sahadewo, S.E., M.A., Ph.D. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan apresiasi atas capaian MEP FEB UGM selama tiga dekade terakhir, termasuk perolehan Akreditasi Unggul dari LAMEMBA dan akreditasi internasional dari AACSB pada tahun 2024. Ia menegaskan bahwa pencapaian ini menunjukkan reputasi global dan komitmen MEP dalam mendukung kualitas pendidikan tinggi, khususnya di bidang ekonomi pembangunan. Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk membentuk SDM unggul yang mampu menjawab tantangan pembangunan daerah maupun nasional.
Seminar ini menjadi ruang refleksi dan diskusi terbuka antara sivitas akademika, alumni, dan mitra pembangunan dalam menghadapi tantangan ekonomi yang semakin kompleks. Tiga narasumber merupakan alumni MEP FEB UGM dari berbagai sektor: Ir. Budi Prasodjo, M.Ec.Dev., MAPPI (Cert.) (Ketua Umum MAPPI, angkatan 42), Dr. Drs. Horas Maurits Panjaitan, M.Ec.Dev. (Sekretaris Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, angkatan 40), Alexander Wilyo, SSTP., M.Si. (Bupati Ketapang, angkatan 22), dan Prof. Putu Mahardika Adi Saputra, S.E., M.Si., M.A., Ph.D. (Guru Besar FEB Universitas Brawijaya, angkatan 11). Diskusi dipandu oleh Prof. Wihana Kirana Jaya, M.Soc.Sc., Ph.D., Guru Besar FEB UGM.
Sesi pertama diawali oleh Prof. Putu Mahardika Adi Saputra yang menyampaikan pendekatan sistemik dalam menghadapi “polycrisis” global: krisis iklim, lingkungan, dan ketimpangan sosial-ekonomi. Dalam paparan berjudul Red New Deal, ia menguraikan konsep sistem kompleks yang dapat ditangani melalui prinsip-prinsip seperti welfare over profit, regulated market, collective solutions, solidarity, dan redistribution of resources. Ia juga memperkenalkan berbagai inovasi seperti redistributive technology, care economy, dan governance innovation berbasis solidaritas sebagai upaya menjawab tantangan pembangunan berkelanjutan.
Dari sisi praktisi, Ir. Budi Prasodjo menekankan pentingnya inovasi dalam profesi penilai. Menurutnya, profesi ini bukan sekadar menghitung nilai, tetapi juga menjaga rasionalitas ekonomi. Ia menekankan pentingnya akurasi, akuntabilitas, dan inovasi dalam mendukung keputusan strategis baik di sektor publik maupun swasta.
Sementara itu, Dr. Horas Maurits Panjaitan memaparkan pentingnya penguatan keuangan daerah dalam mendukung pembangunan berkelanjutan. Ia menyoroti peran Undang-Undang HKPD sebagai landasan reformasi fiskal dan peningkatan local taxing power, meski tantangan besar masih dihadapi, mengingat lebih dari 90% daerah di Indonesia masih tergolong memiliki kapasitas fiskal yang lemah.
Alexander Wilyo, mewakili perspektif pemerintah daerah, berbagi pengalaman membangun Kabupaten Ketapang melalui strategi gotong royong, di tengah keterbatasan infrastruktur dasar seperti jalan, listrik, dan internet. Ia menyampaikan harapan untuk dapat menjalin kerja sama yang lebih erat dengan MEP FEB UGM dalam peningkatan kapasitas Sumber daya daerah.
Selain seminar, acara ini juga dirangkaikan dengan peluncuran dua buku yakni Ekonomika Properti karya Insukindro dan Robby Prijatno dan Ekonomika Pembanguan dan Penilai Properti karya Tri Widodo,dkk.Kedua buku tersebut merupakan hasil kolaborasi dosen dan alumni yang bertujuan memperkaya literatur ekonomika pembangunan dan properti dari sisi akademik dan praktis. Peluncuran buku ditandai dengan penyerahan simbolik kepada perwakilan Dekanat FEB UGM.
Diskusi berlangsung dinamis dengan partisipasi aktif dari peserta. Dahlina salah satu peserta asa Kota Batam mengajukan pertanyaan prihal bagaimana industrialisasi bisa terus dikembangkan tanpa mengabaikan aspek lingkungan. Sementara itu, Zainal Arifin alumni asal Kabupaten Buton juga memberiakn padangan dengan menyoroti pentingnya penguatan kewenangan daerah dan reformasi kebijakan desentralisasi fiskal.
Seminar ditutup dengan penuh antusiasme dan apresiasi dari peserta seminar baik yang hadir secara daring maupun luring. Acara ini meninggalkan kesan mendalam bahwa MEP FEB UGM telah menunjukkan konsistensinya sebagai pusat pengembangan pemikiran dan solusi untuk pembangunan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia.
Herianto