Sleman, (Kamis, 26/9). Desentralisasi desa (UU Nomor 6 Tahun 2014) memberikan peluang pembangunan yang lebih berorientasi partisipatif, bottom up dan menekankan pada pentingnya variasi lokal di dalam masyarakat, memberikan pelayanan yang lebih berpihak pada kepentingan masyarakat serta penguatan ekonomi lokal, disampaikan oleh Dr. Hempri Suyatna, S.Sos., M.Si. Dosen Jurusan Ilmu Sosiatri/Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fisipol UGM dalam acara kuliah umum mahasiswa MEP FEB UGM di Auditorium Mubyarto.
Dalam paparannya Hempri menyampaikan sosial kapital (misalnya: Gotong Royong, tradisi rapat warga) menjadi kekuatan pembangunan desa, peluang otonomi desa memperkuat desa dari sisi ekonomi dan budaya. Desa identik dengan pertanian, namun membangun desa menjadi lebih baik tidak hanya konteks pertanian, tetapi mencakup hal yang lebih luas.
Catatan kritis otonomi desa dari sisi aspek tata kelola pemerintah desa adalah demokrasi desa yang belum berjalan maksimal, adanya dominasi elite desa sehingga keaktifan dan partisipasi warga masih kurang, pola pikir dalam memandang pembangunan desa banyak yang belum berubah, sehingga inovasi pembangunan desa belum banyak yang muncul. Di samping itu tata kelola pemerintahan desa diperlukan pembenahan perencanaan desa yang melibatkan stakeholder, mendorong inisiatif Kepala Desa dalam pembangunan desa, meningkatkan kapasitas perangkat desa mengenai substansi dan spirit UU Desa, penguatan peran politik warga masyarakat
Catatan kritis dari sisi ekonomi lokal, dilihat dari orientasi pembangunan masih cenderung fisik/infrastruktur, kurang ada kreativitas desa dalam mengoptimalisasi potensi ekonomi desa, kecenderungan euforia pembentukan BUMDes, konsep One Village One Product (OVOP) belum terealisasi. Tantangan pengembangan BUMDes adalah keterbatasan sumberdaya manusia di desa dan belum berkembangnya proses konsolidasi dan kerjasama antar pihak, untuk mewujudkan BUMDes sebagai patron ekonomi yang berperan memajukan ekonomi kerakyatan.
Pengembangan ekonomi lokal sangat penting mendorong kelembagaan ekonomi desa seperti Koperasi, BUMDes untuk melakukan inovasi-inovasi institusi sosial ekonomi desa. Perbaikan dalam kepemimpinan dan pola pikir tata kelola BUMDes, dibutuhkan kehadiran Pemerintah Kabupaten untuk memfasilitasi desa-desa dalam bersinergi menyusun rencana pengembangan kawasan pedesaan dan mengidentifikasi kluster-kluster usaha. Kemudian Pemerintah Pusat perlu mendorong pengaturan kerja sama antardesa lebih lentur, yaitu tidak dibatasi oleh satuan administratif, sehingga kerja sama antara desa-desa dari kabupaten yang berbeda bisa tetap terbangun dengan melihat unsur-unsur konektivitasnya. (rym)