Kamis (21/11), Kepemimpinan dan Kerja Sama Tim merupakan salah satu soft skill yang wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa Program Studi Magister Ekonomika Pembangunan (MEP) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM). Kuliah umum ini menghadirkan pembicara Alfath Bagus Panuntun El Nur Indonesia, S.I.P., M.A.. Beliau adalah, seorang dosen dan aktivis dengan pengalaman luas dalam bidang kepemimpinan, advokasi, dan pengembangan tim.
Kuliah umum dimulai dengan diskusi interaktif terkait hubungan antara isu-isu terkini di Indonesia dan konsep kepemimpinan. Mulai dari isu demonstrasi hingga UU Pilkada, mahasiswa tanpa sadar dibawa masuk ke materi kuliah umum agar merasa lebih santai dan, menyenangkan, untuk memahami topik yang lebih dalam mengenai kepemimpinan.
Kepemimpinan yang ideal, mencakup dua aspek utama: keberanian untuk mengambil sikap dan keteladanan sebagai contoh yang baik bagi orang lain, kata Alfath dalam paparannya. Lebih lanjut juga menyampaikan bahwa pemimpin yang efektif harus memiliki niat yang baik, keberanian, akhlak terpuji, visi besar, dan transendensi dalam setiap langkahnya.
Alfath menekankan pentingnya kolaborasi dalam kepemimpinan masa kini. Menurutnya, kecerdasan kolektif jauh lebih penting daripada persaingan semata. Pemimpin yang baik bukan hanya yang mengatur dan memimpin, tetapi juga yang dapat mengharmoniskan tim dengan cara berbagi tanggung jawab dan bekerja bersama.
Alfath juga mengangkat masalah ketidakpercayaan yang sering terjadi di Indonesia. Ia berpesan kepada mahasiswa untuk memiliki sikap transparan dalam setiap tindakan, terutama saat mengambil keputusan. “Dalam demokrasi, prinsip transparansi dan akuntabilitas sangat penting. Pemimpin harus bisa menjelaskan kebijakan atau keputusan dengan jelas agar dipahami oleh bawahan,” ujarnya. Ia juga menekankan bahwa pemimpin harus setia dan melayani, memenangkan hati orang lain, bersikap adil dan bijaksana, memberi arahan yang jelas, serta memberikan apresiasi kepada setiap usaha dan kontribusi tim.
Salah satu sesi yang menarik adalah saat seorang mahasiswa bernama Eka bertanya mengenai dinamika politik terkini dan peran mahasiswa dalam menyuarakan demokrasi. Eka menyampaikan kekhawatirannya mengenai mahasiswa yang terkendala oleh kesibukan atau urgensi lain sehingga tidak bisa ikut serta dalam demonstrasi langsung. Alfath menjawab bahwa di era new social movement seperti sekarang, mahasiswa dan akademisi dapat menggunakan media sosial sebagai alat untuk menyuarakan pendapat, memberikan edukasi politik, dan berpartisipasi dalam perubahan sosial.
Diakhir sesi Alfath memberikan pesan inspiratif agar mahasiswa tidak pernah lelah untuk berkontribusi kepada bangsa, baik secara personal maupun kolektif. “Setiap orang dapat memberikan kontribusi dalam bidang masing-masing, baik secara individu maupun bersama-sama,” ujarnya.
Siwi Estri Esthiningtyas