Program Studi Magister Ekonomika dan Bisnis, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada (Prodi MEP FEB UGM) memperkuat komitmennya sebagai program studi yang inklusif dan ramah bagi semua kalangan, terutama penyandang disabilitas. Komitmen ini bukan hanya janji, melainkan aksi nyata, di mana Prodi MEP FEB UGM telah membuktikan diri dengan menerima mahasiswa difabel dan terus mengembangkan proses pembelajaran yang ramah disabilitas. “No One Left Behind”, sebuah prinsip yang jelas dan kuat bahwa tidak ada seorang pun yang tertinggal, harus terwujud dalam setiap sudut kampus Prodi MEP FEB UGM.
Perjalanan menuju kampus inklusif ini bukanlah tanpa tantangan. Menurut Ketua Unit Layanan Disabilitas (ULD) UGM, Dr. Wuri Handayani, inklusivitas masih menghadapi beberapa hambatan, termasuk kurangnya pemahaman tentang pendidikan inklusif di kalangan dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa non-disabilitas. Menanggapi tantangan ini, Prodi MEP FEB UGM mengambil langkah aktif dengan mengirimkan lima (5) tenaga kependidikan dan satu (1) petugas keamanan untuk mengikuti Workshop Penanganan Disabilitas di Lingkungan FEB UGM.
Workshop yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM bekerja sama dengan Bawayang Production tersebut berlangsung pada tanggal 21–23 Oktober 2025.
Workshop selama tiga hari ini dirancang secara interaktif dan melibatkan pembelajaran langsung dari teman-teman difabel dengan beragam keterbatasan. Pada hari pertama, peserta belajar langsung dari teman-teman daksa. Peserta dikenalkan pada berbagai jenis kursi roda, mempraktikkan cara penggunaannya, serta melakukan simulasi pertolongan yang aman bagi teman daksa ketika menaiki atau menuruni tangga.
Berlanjut ke hari kedua, peserta diajak memasuki dunia “kegelapan” oleh teman-teman netra. Pada sesi ini, peserta atau teman awas diajak memahami bagaimana teman netra menjalani kehidupan dalam kegelapannya. Teman netra berbagi pengalaman mengenai bagaimana kemajuan teknologi membantu mereka menjalani kehidupan yang lebih normal dan mandiri. Bantuan teknologi seperti pembaca layar (JAWS dan NVDA), aplikasi Be My Eyes, serta Cash Reader yang terinstal pada gawai dan laptop, sangat membantu mereka dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Sesi hari kedua ini diakhiri dengan simulasi mengenai cara yang benar dan aman dalam memandu teman netra untuk berorientasi di lingkungan baru.
Puncak interaksi terjadi pada hari ketiga saat teman-teman tuli hadir sebagai narasumber. Para peserta, yang notabene adalah teman dengar, diajak belajar cara berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Sesi yang seharusnya hening justru menjadi riuh penuh canda tawa antara teman dengar dan teman tuli. Hal ini menunjukkan bahwa belajar bahasa isyarat dengan metode interaktif langsung ternyata efektif sekaligus menyenangkan.
Melalui serangkaian kegiatan ini, diharapkan ilmu dan praktik yang diperoleh dapat mengubah cara pandang serta meningkatkan kualitas pelayanan di lingkungan FEB UGM menjadi lebih humanis dan setara.
(Dian)


